Laboratorium memiliki peran penting dalam sertifikasi halal bisa memberikan jaminan pada hasil audit dan menambah nilai sertifikasi halal yang dihasilkan. Direktur Utama LPPOM MUI, Muti Arintawati, menyampaikan Pemerintah telah memberlakukan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH). Aturan ini menyebutkan bahwa produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal.
Untuk mendorong hal tersebut, LPPOM MUI telah aktif berkontribusi dalam pelayanan proses sertifikasi halal, mencakup penyediaan statistics saintifik untuk memastikan integritas hasil sertifikasi halal. Sejak 2016, LPPOM MUI mendapatkan pengakuan akreditasi dari Komite Akreditasi Nasional (KAN) SNI ISO/IEC 17025 : 2017 untuk “International Testing Laboratory”. “Sebagai pionir laboratorium halal di Indonesia, LPPOM MUI konsisten menyediakan jasa pengujian halal dan pengembangan metode uji halal.
Pengujian merupakan salah satu jaminan dari pelaku usaha untuk memastikan tidak adanya kontaminansi bahan baku, produk dan fasilitas,” terang Muti. Dalam proses sertifikasi halal, menurut Muti, beberapa kategori produk memerlukan pemenuhan facts saintifik dari uji laboratorium untuk memastikan produk tidak menggunakan barang haram/najis yang dilarang dalam Islam, serta tidak ada campuran kontaminasi antara bahan atau produk yang halal dengan yang haram/najis.
Adapun penelusuran status kehalalan bahan didasarkan pada kecukupan dokumen pendukung kehalalan bahan uji laboratorium. Meski bukan menjadi penentu utama halal atau haramnya suatu produk, namun hasil uji laboratorium tetap menjadi information pendukung keputusan dalam rapat komisi fatwa. “Seperti enzim pada proses produksi yang bersentuhan. Walaupun tidak termasuk substances, tapi tetap perlu dipastikan kehalalannya, validasi pencucian pun harus dipastikan bebas dari kontaminasi barang haram. Meski begitu, tidak semua bahan harus diuji lab; Ada juga yang perlu dokumen pendukung,” terang Muti.
Contohnya, gelatin perlu diuji laboratorium dan memiliki sertifikat halal bahan serta perhitungan neraca massa. Sedangkan bahan mineral merupakan salah satu contoh yang tidak memerlukan pengujian laboratorium. Contoh lainnya, perisa yang mengandung etanol, sebenarnya tidak perlu dilakukan uji laboratorium dengan syarat memiliki sertifikat halal serta dilakukan kalkulasi residu etanol pada produk akhir minuman. Jika mendekati 0,5% maka perlu dilakukan uji lab pada produk akhir minuman.
Berikut ini beberapa produk dan bahan yang perlu uji laboratorium sebagai pemenuhan Fatwa MUI.
- Produk olahan daging dengan uji protein spesifik babi.
- Produk seasoning yang menggunakan bahan hewan dengan uji DNA Babi.
- Restoran/Katering/Dapur yang diuji berupa bahan daging/olahannya dan seasoning dari bahan hewan yang di-repack/di-relabel dengan uji Spesifik Babi atau DNA Babi.
- Produk turunan hewan (selain daging) dengan uji DNA Babi.
- Produk barang gunaan dari hewan dengan uji DNA Babi atau Struktur Spesifik Spesies pada Kulit.
- Kosmetik dekoratif dengan uji daya tembus air.
- Minuman Produk dengan uji etanol.